Halaman

    Social Items

Entah kapan terakhir kali aku melihat pelangi. Berhari-hari, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun yang lalu mungkin. 

Pelangi ibarat kenangan masa kecil yang indah. Bercelana pendek, kaos oblong dilepas, dan sandal jepit dipegang di kedua tangan. kami berlarian disepanjang pematang sawah sambil berteriak-teriak ada bidadari sedang mandi. Angan-angan kami waktu itu ingin melihat bidadari mandi. Kaya apa sih bidadari kalo sedang mandi?? atau mungkin pertanyaan pokoknya, sebenarnya seperti apa sih Bidadari itu? apakah sama dengan ibu saya yang biasa-biasa saja, ataukah seperti bintang sinetron yang putih, cantik, dan berambut panjang hitam arang?.


Entahlah, sampai sekarang pun aku tidak menemukan jawaban itu. Mungkin memang lebih baik seperti itu, supaya imajinasiku terhadap bidadari dan pelangi akan selalu indah. Daripada memperoleh jawaban yang tidak sesuai dengan harapan. dan membuyarkan bayangan indah tentang bidadari. Tapi untunglah ingatanku atau mungkin imajinasiku tentang pelangi dan bidadarinya masih tetap seperti dulu.

Sampai hari ini, tepatnya sore ini. Aku dengan delapan orang temanku kembali merasakan kesenangan masa kecil kami. Dengan ditemani rintik-rintik gerimis sore hari, kami kembali melihat pelangi di atas langit timur, dari puncak gunung putri. Tetap sama dengan pelangi yang dulu, tetap seindah pelangi yang dulu. hanya saja pandangan kami sedikit berubah. pemahaman kami tidak seimajinatif dulu, tidak sekagum saat melihat pelangi untuk yang pertama kali. Rezim kedewasaan memang seringkali merenggut hal-hal yang paling menyenangkan. entah aku harus senang atau tidak saat menjadi dewasa. Apakah benar kedewasaan memang pilihan seperti yang dikatakan temanku???..

Sembilan orang itu berdiri di puncak gunung putri dengan pikiran masing-masing. Yang terlihat hanya senyum yang mengembang menghiasi wajahnya. Senyum tulus seorang anak kecil yang telah lama kehilangan benda yang paling berharga, dan sekarang kembali menemukannya. Sebuah keheningan yang aneh. Karena bukan benar-benar keheningan. masing-masing berkomentar, masing-masing tertawa, hanya saja seolah-olah ekspresi jiwa mereka hanya untuk dirinya. Sebuah pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban.

Dalam situasi terbius kekaguman, hal-hal rasional memang seringkali berputar 180 derajat. yang terlontar hanya pujian kepada Tuhan semesta alam, yang telah menciptakan mahluk sedemikian indah. seperti sore ini sebentuk Pelangi di atas gunung putri.

Segala sesuatu dialam ciptaan ini tidak ada yang abadi. segalanya beriringan saling menggantikan. kekaguman dan tawa sembilan orang itu sebentar lagi akan segera hilang. Hari itu merupakan hari keempat Ekspedisi Jelajah Ranting IPNU Ajibarang, yang bercita-cita mengelilingi Ajibarang dengan berjalan kaki. Sebuah ide gila sebenarnya, terutama karena konsepnya adalah "mengalir saja". tidak usahlah bikin persiapan tetek-bengek yang ribet. jadi gak asyik katanya.

Sore itu setelah menikmati sajian alam yang mengagumkan, sembilan orang itu kembali meneruskan perjalanan. Kali ini adalah perjalanan pulang. Hanya saja rutenya tidak biasa, bukan rute yang biasa dipakai orang. Ilalang tinggi menjadi simbol halangan yang harus kita enyahkan. Setelah beberapa lama, jalan turun belum nampak juga. Sementara temen-temen mulai kelelahan. 

Dengan tubuh yang mulai turun staminanya, segala sesuatu menjadi sangat sensitif. Insting dasariah watak manusia mulai nampak pada pribadi masing-masing, sebuah sajian yang menarik bagi penggemar psikologi. Tetapi tidak ada waktu untuk memikirkan itu, semua orang berfokus pada jalan turun.

Kenapa kesusahan harus selalu berdampingan dengan kebahagiaan? dan kadang bahkan berselingkuh dengannya. ataukah dengan kesusahan kebahagiaan menemukan arti terdalamnya?? bagaimana kita bahagia kalau kita tidak pernah susah??? Tetapi tetap saja sangat berat menghadapi kesusahan. Hari ini membuktikan, sebentar bersuka ria sebentar kemudian bersusah-susah dan ternyata sangat tidak enak. Mungkin salah satu yang harus kita resapi adalah bahwa kesusahan adalah fitrah manusia. Bukankah kebahagiaan surga hanyalah cita-cita yang belum terwujud?? sementara kesusahan, penderitaan adalah sesuatu yang nyata. Berarti didalam penderitaanlah kebahagiaan sejati bersemayam. Kalau kita bisa melakoni penderitaan dengan ikhlas, maka kebahagiaan terbesar akan muncul.

Seperti sembilan orang itu yang selepas maghrib baru sampai ke desa di bawah gunung putri. dan kemudian memandang ke puncak sambil berkata dalam hati, "Maha besar Alloh yang telah memberi kita hidup".

Untuk sembilan crew Ekspedisi Jelajah Ranting 2006
Eron, kharis, sobirun, Soderi, Be-ank, Ikhda, trio, toin, dan aku.

Pelangi di Puncak Gunung Putri