Halaman

    Social Items

Saat Masuk Sekolah

BackDoor
Sudah seminggu kau sekolah. Pengalaman pertama memang membuat hati bernyanyi. Banyak cerita keluar dari mulutmu yang kecil. Tentang teman-temanmu, tentang mainan yang ada disitu, tentang suasana-suasana baru yang mulai masuk ke duniamu.

Lebih asyik lagi cerita dari kakakmu, yang menjagamu selama kau sekolah. Katanya kau hanya diam, bermain sebentar kemudian bosan dan pergi. Lebih suka bermain sendiri, daripada latihan membaca. Beda sekali dengan di rumah.

Di rumah, banyak sekali pertanyaan yang keluar dari pikiranmu. Tentang banyak hal, tentang segala sesuatu. Dunia adalah tempat bermain yang besar, begitu menurutmu. Semua lagu kau hapal dengan cepat, bahkan jika orang bernyanyi dengan nada yang salah, kau akan segera membetulkan.

Pernah ibumu kebingungan, kata-kata aneh keluar dari mulutmu yang wangi. Tak lama kemudian, dia baru paham setelah melihat iklan di televisi. Kau menirukan iklan di televisi. Lagu-lagu baru pun cepat sekali terekam dalam memorimu.
Tapi sayang, kau sudah sekolah.

Kemarin ibu guru datang ke rumah, katanya kau dan seorang temanmu di kelas nakal sekali. Sebabnya ketika Ibu guru menyuruh membuat rumah-rumahan dengan lego, kau menolaknya. Kau mengatakan kepada teman-temanmu akan membuat kuburan seperti kuburan kakek temanmu yang baru meninggal kemaren. Akhirnya semua ikut-ikutan. Tinggal Ibu guru yang kebingungan.

Pernah lagi, ketika permainan kereta-kereta apian. Kau tidak mengikuti Ibu guru di depan, tetapi malah membuat kereta sendiri dengan seorang temanmu. Katamu kereta bu guru lambat, jadi lebih baik buat sendiri. Kemudian Ibu guru menghukummu menyanyi, ya menghukummu.

Disekolahan ibu-ibu bergunjing tentang anaknya yang tak kunjung bisa membaca dan menulis. TK yang baik adalah yang bisa membuat anaknya membaca dan menulis. Begitu menurut mereka, kalau tidak begitu berarti sekolah itu tidak berkualitas.

Didepan mereka aku berteriak. Sekolahan ibu-ibu, sekarang sudah menjadi pabrik pengetahuan, anak-anak kalian hanya dijadikan produk pabrik. Dunia mereka sudah hilang, sekarang dunia adalah pena yang menusuk kreativitas mereka. Dunia adalah buku yang membatasi rasa mereka. Dunia adalah sekolah. Sekolah adalah penjara, dimana mereka masuk saat anak-anak dan keluar saat sudah tua dan berjenggot. Apakah kalian rela?

Aku kehilangan dunia adikku, keponakanku. Dan siapapun yang masih kecil, yang masih ingin bermain di dunia. Permainan diganti pengetahuan. Sekolahan hanya menjadikan anak-anak pintar. Pintar secara pengetahuan tapi bagian jiwanya yang lain kering.

Bapak dan Ibu Guru, tegakah kalian menjadikan anak-anak bangsa ini produk pabrik? Apakah kalian mau menjadi kuli-kuli pabrik, yang memproduksi barang-barang sesuai standar Pabrik pengetahuan, pabrik kekuasaan? Apakah kalian mau menjual anak-anak bangsa?

Tolong, kembalikan dunia mereka. Kembalikan warna-warni dunia mereka. Kembalikan mereka untuk bermain, bermain, bermain. Mereka adalah bermain, adalah permainan, adalah dunia.

( 23 Juli -Hari Anak Nasional- untuk sepupuku Iban yang baru masuk TK)

No comments