Halaman

    Social Items

di Punggung Bapak

BackDoor
yo pra'kanca dolanan ning jaba
padang wulan padange kaya rino
rembulane-ne kang ngawe awe
ngelingake aja pada turu sore
.......................................


Isya baru saja lewat. Tapi suara corong masjid masih berdengung, tanda bahwa masih ada hamba di rumahNya yang damai. Malam itu seperti siang, remang-remang cahaya bulan membuat penghuni dusun itu keluar rumah. Duduk-duduk didepan rumah sambil menjaga anak-anaknya bermain di tengah jalan yang sepi kendaraan. Anak-anak itu bermain kejar-kejaran, kaos oblong yang baru dipakainya basah oleh keringat. Malam itu memang dingin, tapi penduduk dusun itu tidak menyia-nyiakannya. Malam 15 menurut kalender Jawa, satu malam dalam satu bulan.


Suasana malam itu tambah lengkap oleh rengekan seorang bocah. Didepan rumah yang berada dipinggiran dusun, si bocah menangis keras-keras. Ibunya memeluknya, menasehatinya macam-macam, menanyakan keinginannya. Tetap saja bocah itu menangis. Kalau sudah begitu biasanya bapaknya menggendongnya, sampai bocah itu berhenti menangis.

Hanya saja malam ini setelah sholat isya, bapaknya mencari air untuk mengairi sawahnya. Menyusuri kali kecil disamping rumah sampai ke hulunya. Baru kembali jika air sudah mengalir, dan sawahnya penuh dengan air. Maka tinggal bocah itu yang merengek sejadi-jadinya.

Malam semakin larut, beberapa rumah mulai sepi. Beberapa makhluk tuhan mulai mengistirahatkan otot dan pikirannya dalam malam. Membuat jiwa bersyukur bahwa Tuhan telah menciptakan malam, telah menidurkan makhluknya dalam pelukan malam.

Tapi bocah itu belum mau berhenti menangis, walaupun mulai terdengar agak pelan. Untunglah kemudian bapaknya datang. Bocah itu langsung naik ke punggung bapaknya, minta ke rumah neneknya. Bapaknya hanya tersenyum, menggulung sarungnya dan langsung berjalan. Sambil berjalan bapak itu menyanyikan tembangan anak-anak jawa jaman dulu. Tentang ajakan bermain di saat bulan purnama merekah. Dalam tembangan itu, anak-anak kecil diingatkan agar jangan tidur sore, semua bermain saat purnama datang.

yo pra'kanca dolanan ning jaba
padang wulan padange kaya rino
rembulane-ne kang ngawe awe
ngelingake aja pada turu sore

(Ayo teman-teman bermain diluar
Terang bulan terangnya seperti siang
rembulannya yang melambai-lambaikan tangan
mengingatkan jangan tidur sore-sore)

Setelah agak lama bocah itu berhenti menangis, hanya diam sambil melihat bayangan dirinya yang digendong bapaknya dipinggir jalan.

Di punggung bapaknya, bocah itu merasa hangat. Merambat sampai ke ujung jari tangan dan kaki, terus menyebar sampai ke ubun-ubun. Malam itu dingin, tapi tidak membuat dingin bocah itu. Di punggung bapaknya bocah itu merasa sangat nyaman, Hangat, Seolah-olah dunia ada di punggung bapaknya. Tidak perlu banyak kata untuk membuat bocah itu berhenti menangis. Cukup punggung bapaknya. Samar-samar terdengar nyanyian bapaknya, suaranya merdu. Suara yang biasanya melantunkan adzan subuh setiap pagi. Kemudian bocah itu tidur, tidur di punggung bapaknya.

Bapaknya kembali tersenyum, dengan bocah yang tidur di punggungnya. Sebuah alasan yang cukup untuk membuat bapak itu bangun tiap malam untuk mengairi sawah. Untuk berdoa tiap malam agar anaknya dapat menjahit kehidupannya sendiri. Untuk menjadi manusia yang bermanfaat, untuk menjadi manusia yang lebih baik daripada bapaknya.

Tiba-tiba terdengar bunyi telur pecah membentur aspal. Sebutir telur pemberian neneknya lepas dari tangan bocah yang tidur di punggung bapaknya itu. Bapaknya berhenti sebentar, kemudian berjalan lagi sambil terus bernyanyi.

No comments